Minggu, 20 September 2015

Baik atau Tegas?


Baru-baru ini saya ditanya oleh seorang kandidat General Manager apakah lebih baik menjadi seorang manager yang otoriter tetapi menghasilkan result  yang bagus atau manager yang baik dan disukai oleh teamnya tetapi hasilnya so-so.
Saya jadi ingat pengalaman seorang manager yang baru dipromosikan untuk melaksanakan banyak target dan menggantikan manager yang sangat baik hati dan disayang oleh teamnya.  Jadwal kerja normal yang 5 hari per minggu bisa diubah menjadi 4 hari per minggu atas kebijaksanaan manager yang baik hati tanpa sepengetahuan HRD.  Banyak sekali tindakan disipliner yang dibiarkan karena sang manager tidak suka untuk memiliki konflik dengan teamnya.  Alhasil, departemen berjalan dengan segala kompromi dan kebaikan tetapi kinerja departemen so-so. 
 
Manager yang baru dipromosikan terkenal sebagai manager yang tegas dan disiplin.  Bayangkan manager tersebut pada saat harus memulai tugas barunya mendapatkan  serangkaian target dari CEO yang notabene menyangkut disiplin dan kualitas.  Sang manager baru pun berhasil membongkar banyak kasus dan membuat kinerja departemennya meningkat dengan tajam.  Manager baru tersebut membangun cara kerja yang lebih profesional, menerapkan reward dan punishment, merapikan seluruh issue kekaryawanan, mencapai hasil yang ditargetkan dan dihargai oleh top management.  Tetapi serangan yang diterima dari teamnya luar biasa.  Termasuk berusaha digulingkan dari kursi manajernya sebanyak dua kali dalam kurun waktu 6 bulan.  Sementara manajer yang baik hati tetaplah manager favorit dan memiliki nama yang harum diantara teamnya.
 
Gambar diambil dari www.betterboards.net
 
Jadi apakah lebih baik menjadi manager yang baik hati atau tegas?
Saya percaya bahwa leadership adalah seni.  Seni menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keahlian membuat karya yang bermutu.  Art menurut Merriam-Webster dictionary adalah something that is created with imagination and skill and that is beautiful or that expresses important ideas or feelings.  Leadership membutuhkan ketrampilan, kematangan dan kepandaian emosi untuk dapat menciptakan team yang memiliki motivasi tinggi sehingga dapat mencapai target dengan bersemangat dan gembira.   Formula terbaik antara berapa persen kebaikan, berapa persen ketegasan dan berapa persen empati sangat bergantung kepada situasinya dan pengalaman kita dalam menghadapi serangkaian interaksi dengan anggota team.   Gaya kepemimpinan seseorang adalah hasil karya, hasil karya seni memimpin seorang manager.  Sehingga, apresiasi yang diberikan-pun akan tergantung kepada “selera” masing-masing  subordinates. Ada yang suka dipimpin manager yang baik, ada yang suka dipimpin manager yang tegas  dan ada yang suka dipimpin manager yang baik dan tegas. 

Kita bisa belajar banyak dari para maestro seni kepemimpinan seperti  Peter F. Drucker yang percaya bahwa your leadership is unique. There is no one “leadership personality”.  Anda memiliki banyak pilihan gaya kepemimpinan tetapi yang paling baik adalah temukan gaya Anda sendiri. (ade noerwenda)

 

2 komentar:

  1. Baik atau Tegas?

    Baru-baru ini saya ditanya oleh seorang kandidat General Manager apakah lebih baik menjadi seorang manager yang otoriter tetapi menghasilkan result yang bagus atau manager yang baik dan disukai oleh teamnya tetapi hasilnya so-so.

    Hmmm...kANDIDAT GMnyafresh graduate kali bu ya..( Just Joke). Nah bila saya saya recruiternya pastinya beliau akan menghabiskan banyak kopi untuk diskusi siraman rohani.

    Bisnis adalah bisnis. Bukan masalah baik, tegas, arogant, dsb...ada REL (BUKAN JALAN 2 ARAH YB BISA PULANG PERGI) YANG MENGATUR SEMUA urusan bisnis dan pelaku bisnis. Masalh disukai atau tidak juga presepsi yang sah sah saja. ( Presiden aja dikritisi dan di benci konon hanya seorang GM) Bisnis adalah Revenue Budget. Bah...ini dulu opini saya bu..boleh diterima, dipertimbangkan atau dibungkus masuk trash juga boleh. tergantung penyikapannya.

    Salam Revenue,
    HM

    BalasHapus